"Aku benci membayangkan lagi bagaimana caramu tersenyum. Aku benci menyadari bahwa senyum itulah yang selalu berhasil membuat jantungku berdetak tak beraturan. Aku benci mengingat lekuk wajahmu, bagaimana mata sipitmu, bagaimana aroma tubuhmu, dan betapa dalamnya tatapan yang berasal dari mata indahmu itu. Aku benci mengingat bagaimana tawa kecilmu dan canda kita yang selalu membuatku tersenyum diam-diam.
Aku tidak pernah berkhayal untuk suatu hari akan merasakan perasaan seperti ini. Aku mungkin hanya terlalu
penasaran ketika mengetahui kehadiranmu mulai mengisi kekosongan hatiku. Kau mungkin tidak menyadari bahwa sudah kuberikan
sepenuhnya perhatianku untukmu. Sayangnya, semua hal itu seakan tak
kau hiraukan. Kamu di sampingku, tapi getaran yang kuciptakan seakan tak
benar-benar kaurasakan. Kau berada di dekatku, namun segala perhatianku
seperti menguap tak berbekas.
Tuan, aku hanya ingin melihatmu bahagia.
Senyummu adalah salah satu keteduhan yang paling ingin kulihat setiap
hari. Aku hanya berharap bisa menjadi salah satu sebab kau tersenyum
setiap hari, tapi sepertinya harapku terlalu tinggi. Aku sadar, bahwa sudah ada seseorang yang kamu cintai, yang
nampaknya jauh lebih baik dan sempurna daripada aku. Jelas saja, jika
dia tak sempurna kau tak akan jatuh cinta padanya.
Kalau kau ingin tahu bagaimana perasaanku, seluruh kosakata dalam
milyaran bahasa tak mampu mendeskripsikan. Perasaan bukanlah susunan
kata dan kalimat yang bisa dijelaskan dengan definisi dan arti. Perasaan
adalah ruang paling dalam yang tak bisa tersentuh hanya dengan perkatan
dan bualan. Aku lelah. Itulah perasaanku. Sudahkah kau paham? Belum.
Tentu saja. Apa pedulimu padaku? Aku tak pernah ada dalam matamu, aku
selalu tak punya tempat dalam hatimu.
Aku percaya, semua perasaan yang aku rasakan ini suatu saat nanti
pasti akan hilang. Aku memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak ada
lagi hal-hal penyebab aku menangis setiap malam.
Semoga kau tahu, aku berjuang, setiap hari untuk melupakanmu. Aku memaksa
diriku agar membencimu, setiap hari. Aku berusaha keras, setiap hari.
Aku akan mengingatmu sebagai sosok
yang pernah hadir, meskipun tak pernah benar-benar tinggal. Seandainya
kau tahu perasaanku dan bisa membaca keajaiban dalam perjuanganku,
mungkin kamu akan berbalik arah—memilihku sebagai tujuan. Tapi, aku
hanya persinggahan, tempatmu meletakan segala kecemasan, lalu pergi
tanpa janji untuk pulang.
Jika bagimu dia adalah jalan pulang yang tepat, silahkan lakukan
dan jalani sebisamu, sebelum pada akhirnya kamu menyadari-- aku adalah
jalan pulang yang harusnya sejak dulu kamu ikuti."
Komentar
Posting Komentar